Memahami
makna kehidupan tak semudah membalikan kedua telapak tangan. Tetapi bersyukur
untuk semua yang telah Tuhan beri untuk kehidupan kita, itu sangat penting.
Karena hidup hanya sekali, tak akan pernah ada kesempatan kedua. Kecuali di
akhirat kelak.
Ya,
bersyukur memang mudah untuk di ucapkan, tapi untuk dilaksanakan dan di
terapkan dalam kehidupan sehari-hari sangatlah susah. Begitu pula yang
dirasakan oleh Jaya, seorang advokat ternama. Dulu ia begitu susah untuk
bersyukur, bahkan mengucapkannya saja begitu susah baginya. Tetapi satelah
mengalami fase-fase dalam kehidupan, kini ia menjadi orang yang selalu
bersyukur dengan segala yang Tuhan beri untuknya.
Awal
ceritanya, ia merasa sangat malu terhadap dirinya sendiri dan merasa minder
pada semua orang. Itu semua di akibatkan ia mempunyai kekurangan, ia hanya
mempunyai satu kaki, yang sebelahnya lagi hanyalah kaki palsu. Saat itu ia
selalu menyalahkan Tuhan yang telah menciptakannya dengan kekurangan.
“Tuhan
nggak sayang sama Jaya!!” Ucap Jaya.
“Kamu
jangan bicara seperti itu, nak!! Tuhan sangat menyayangimu…” Kata Ibunya.
“Kalo
Tuhan sayang sama Jaya, Jaya nggak bakalan cacat, Jaya pasti punya kaki.” Suara
Jaya makin meninggi, ia tak menerima dengan kondisinya yang seperti itu. “Jaya kan
pengen jadi polisi.” Lanjutnya, matanya mulai berkaca-kaca.
Ibu
Jaya hanya menangis mendengar perkataan anaknya. Beliau tak tahu lagi harus
memberikan pengertian seperti apa. Sejak kecil Jaya selalu mempertanyakan hal
yang sama.
“Jaya
pengen kayak orang lain.” Ucap Jaya lagi, terus menangis.
Ibu
Jaya hanya bisa mendekap anaknya dalam pelukan. Beliau pun tak kuasa menahan
tangis dan beban ini. Di tambah lagi, suaminya yang meninggalkannya begitu saja
setelah Jaya lahir dengan anggota badan yang tak lengkap. Tepatnya tujuh tahun
yang lalu.
***
Di
usia Jaya yang ke-17, Jaya masih belum bisa menerima kondisinya. Bahkan ia
malah menjadi seorang anak yang tak punya rasa percaya diri. Ia selalu
memandang bahwa hanya dirinya yang tak seberuntung yang lainnya.
Suatu
ketika, Jaya mulai mengenal jatuh cinta. Tetapi sayang, orang yang yang ia suka
menolaknya mentah-mentah. Dan lagi-lagi Jaya menganggap bahwa hidupnya sangat
tak berguna.
“Udahlah,
cewek itu masih banyak. Aku yakin, kamu pasti bisa dapetin cewek yang 100 kali
lipat lebih baik dari dia.” Kata Sandy, sahabat Jaya dari sejak kecil.
“Tapi
nggak akan ada satupun cewek yang mau deket sama aku.” Ucap Jaya, putus asa.
“Sebenarnya
kamu itu lebih beruntung dari pada aku. Tapi kamu nggak pernah sadar sama
kelebihan kamu.” Kata Sandy. Jaya hanya diam, tak mengerti. Karena Jaya tak
tahu apa kelebihannya yang di maksud oleh Sandy.
Sampai
lulus SMA, Jaya tak pernah melirik wanita lagi. Ia mulai menerima semua takdir
yang Tuhan berikan padanya. Nasihat Ibunya dan sahabatnya yang bernama Sandy
mulai ia turuti. Dan dalam hidupnya kini yang paling berharga hanyalah Ibu dan
sahabatnya itu.
“Jadinya
kamu kuliah di mana?” Tanya Sandy, saat mereka lulus SMA.
“Belum
tahu, tapi yang jelas aku mau nyoba dulu tes ke PTN.” Jawab Jaya.
Sandy
tersenyum. “Baguslah.” Ucap Sandy. “Tapi itu kemauan kamu kan?” Tanya Sandy.
Jaya
mengangguk. “Aku udah sadar, kalo aku nggak mungkin jadi polisi. Mangkanya
pilihan ini aku ambil.” Jawab Jaya, terlihat begitu tegar dan mulai bisa
menerima apa adanya.
“Aku
dukung kamu, kamu pasti bisa!!” Ucap Sandy.
“Eh,
kalo kamu mau lanjutin ke mana?” Tanya Jaya.
Sandy
menggeleng. “Aku mau istirahat.” Jawab Sandy.
Jaya
merasakan sesuatu yang aneh pada diri Sandy. Padahal selama ini yang Jaya tahu,
semangat Sandy begitu menggebu-gebu untuk kuliah. Tapi entah kenapa, dengan
tiba-tiba Sandy mengurungkan niatnya untuk kuliah. Sandy tak member tahu
alasannya pada Jaya.
***
Jaya
lulus di sebuah PTN di kota Bandung. Tetapi saat itu pula Jaya harus bisa
menerima perpisahan dengan sahabatnya yang pindah ke kota Jakarta. Semua kabar
itu ia terima bersamaan. Ia begitu bahagia bisa lulus di sebuah PTN, tapi di
sisi lainnya ia merasa sedih karena akan berpisah dengan sahabat yang selalu
memberikannya dukungan dan dorongan dalam hidupnya. Ya, karena Sandy adalah
orang ke dua yang paling penting dalam hidupnya setelah Ibu.
Dan
hari-hari baru Jaya lalui dengan stamina baru. Ia tak pernah lagi memikirkan
kekurangannya. Yang ia pikirkan kini hanyalah cara untuk membahagiakan dan
membanggakan Ibunya, juga sahabatnya. Ia tak lagi seperti Jaya yang dulu, Jaya
yang tak pernah bersyukur, Jaya yang tak pernah percaya diri, Jaya yang selalu
menganggap hanya dirinya orang yang tak beruntung di dunia ini.
Di
tahun pertama, Jaya mulai bisa beradaptasi dengan dunia kampus, dunia yang
berbeda dengan dari yang sebelumnya. Dan di tahun pertama itu, Jaya di percaya
menjadi ketua kelas. Di mulai dari hal yang terkecil, untuk mencapai ke yang
lebih maksimal. Itulah prinsip dalam hidupnya kini.
Tetapi,
di tahun pertama pula, sebuah kabar buruk datang padanya. Sahabatnya, Sandy,
meninggal dunia karena kanker hati. Penyakit yang selalu Sandy rahasiakan di
hadapan Jaya. Perasaan kehilangan sangat Jaya rasakan. Ia sangat menyayangkan
kenapa selama ini ia tak pernah tahu dengan penyakit sahabatnya. Mungkin inilah
penyebab Sandy mengurungkan niatnya untuk kuliah. Karena itulah, di hadapan
batu nisan Sandy, Jaya berjanji tak akan menyia-nyiakan kuliahnya. Dan ia
berjanji akan selalu berjuang untuk mendapatkan keberhasilan demi Sandy.
Di
tahun selanjutnya, tahun ke dua kuliah, Jaya mulai masuk sebagai anggota senat
fakultas. Ia di percaya untuk memegang sebuah kepala bidang dalam senat.
Dengan
kerja keras, ketekunan, dan kemauan yang keras, di tahun ke tiga Jaya kuliah,
ia dicalonkan untuk menjadi ketua Badan Eksekutif Mahasiswa. Dan tidak di
sangka, ia terpilih. Ia begitu bersyukur karena ia dapat di percaya oleh
rekan-rekannya, bahkan dosen-dosennya.
Dan
di tahun ke empat, saat ia lulus kuliah dan mendapatkan gelar Sarjana Hukum, ia
mendapatkan nilai yang terbaik. Nilai yang terbaik tak hanya di peroleh saat
itu, tetapi di tahun-tahun sebelumnyapun ia selalu mendapatkan nilai yang
terbaik.
Setelah
mendapat gelar yang ia perjuangkan selama empat tahun, ia melanjutkannya dengan
study untuk dapat menjadi seorang advokat. Dan barulah setelah ia lulus dari
study itu, ia bisa benar-benar menjadi seorang advokat.
***
Jaya
membuka sebuah kantor advokat. Saat itu Jaya sangat berharap bisa sukses
sebagai advokat. Dan tak di sangka-sangka, impian Jaya selama ini menjadi
kenyataan. Ia menjadi seorang advokat yang professional. Banyak orang-orang
penting yang mengandalkannya dan percaya dengan kemampuannya. Itulah modal
penting bagi Jaya.
Hidup
Jaya memang seperti mimpi, tapi itulah yang dirasakan Jaya setelah berjuang
melawan hidup yang tak pernah berhenti dari cobaan. Dan hidup Jaya menjadi lebih
berarti setelah ia menyadari makna hidup yang sebenarnya.

Sebuah
kesuksesan yang di awali dengan kemauan, serta dorongan dari orang terdekat
menjadi kunci utama bagi hidup Jaya.
Dan
semangat Jaya untuk membahagiakan orang di sekelilingnya akan tetap jaya sampai
kapanpun…
The end…
***Cerpen ini masuk dalam buku 5 antologi "Be Strong, Indonesia !" yang diterbitin NulisBuku.com***
yang kafernya ini nihhh...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar