Sabtu, 26 November 2011

Pergilah Kau!!!


Oleh : Resha T. Novia

Zia begitu senang, saat sahabatnya yang bernama Nino akan datang mengunjunginya saat liburan kuliah nanti. Kenapa Zia harus senang? Ya, itu karena Zia dan Nino sudah tidak bertemu selama satu tahun terakhir. Mungkin bukan waktu yang terlalu lama, tapi bagi Zia satu tahun adalah waktu yang begitu lama. Karena sebenarnya perasaan Zia pada Nino tidak sekedar sayang pada sahabat, tapi perasaannya lebih dari itu. Hanya saja, tidak ada satu orangpun yang tahu.
“Gue bener-bener udah nggak sabar, gue pengen liat elo yang sekarang.” Ucap Zia dalam hati. “Semoga elo nggak berubah…” Lanjutnya seraya senyum-senyum sendiri. Mungkin kalo orang lain liat, Zia bisa disangka orang gila.
Detik demi detik, menit demi menit dan bahkan hari demi hari Zia lalui dengan penuh pengharapan besar agar waktu lebih cepat berlalu, sehingga liburan kuliah kali ini cepat datang. Tapi tetap saja, waktu tidak bisa dipercepat, buktinya 1 menit masih 60 detik, 1 jam masih 60 menit dan 1 hari masih 24 jam, bahkan 1 minggupun masih 7 hari… Yang jelas, Zia harus sabar menunggu waktu itu tiba.
Dan akhirnya, penantian Zia nggak sia-sia. Liburan datang dan Nino pun datang. Kebahagiaan Zia nggak bisa digambarkan lagi. Tapi kebahagiaan Zia seakan lenyap seketika saat Nino mengenalkan seorang cewek yang datang bersamanya dari Yogyakarta.
“Zia, kenalin nih, namanya Jessi, cewek gue.” Kata Nino saat mengenalkan pacarnya pada Zia.
Zia kecewa and kesal banget sama Nino, Zia juga ngerasa jeales sama cewek yang dibawa Nino. Tapi nggak mungkin kalo Zia nunjukin perasaannya itu, jadi dengan terpaksa Zia harus pura-pura seneng atas kebahagiaan Nino yang udah punya pacar. Meski itu sangat menyakitkan.
“Zia…” Ucap Zia seraya membalas jabatan tangan dari Jessi.
“Wah, ternyata elo nggak berubah sama sekali ya, elo masih persis kaya Zia yang dulu.” Ucap Nino setelah melihat penampilan Zia yang memang apa adanya.
Zia hanya tersenyum. Rasa kesalnya tetap coba ia tutupi. Mungkin kekesalannya itu nggak akan hilang dengan cepat, karena Nino dan pacarnya akan menginap di rumah Zia sampai mereka kembali pulang ke Yogyakarta. Parah kan?
 “Kok rumah elo sepi sih?” Tanya Nino setelah masuk ke dalam rumah Zia. “Orangtua sama Kak Zendra kemana?” Tanya Nino lagi.
“Mereka lagi ada di Bogor, pada liburan di rumah eyang.” Jawab Zia.
“Elo kenapa nggak ikut?” Tanya Nino lagi.
“Gara-gara elo, gue nggak ikut.” Jawab Zia. “Jadi, selama liburan, di sini Cuma ada kita dan Bi Marni.
Nino mengangguk.
Setelah itu, Zia mengantar Nino dan Jessi ke kamar-kamar yang akan mereka tempati masing-masing selama berada di rumah Zia.
^_^
Liburan yang didambakan Zia harus musnah begitu saja karena kehadiran Jessi yang merusak suasana. Bahkan liburan yang didambakan Zia harus berbanding kebalik, karena liburan kali ini akan berubah menjadi mimpi buruk Zia. Gimana nggak? Ngedadak banget Zia berubah seakan jadi tour guide buat Nino dan Jessi. Terutama buat Jessi, coz baru pertama kalinya dia datang ke Bandung. Bagi Zia ini benar-benar cobaan…
“Mmm…elo dari kapan temenan sama Nino?” Tanya Jessi pada Zia, saat Nino tidak ada di antara mereka.
“Udah lama banget, mmm…kira-kira udah tujuh tahunan lah.” Jawab Zia.
“Apa sedeket itu ya kalian temenan?” Tanya Jessi lagi, ekspresi wajahnya mulai berubah. Seolah mencurigai sesuatu.
“Ya gitu deh, namanya juga sahabatan.” Jawab Zia, cuek.
“Sebelumnya sorry banget ya gue nanya-nanya terus, tapi jujur aja gue nggak suka sama kedekatan elo sama Nino. Gue pengen elo nggak usah terlalu deket deh sama Nino, gue harap elo hargain gue sebagai pacarnya Nino.” Ucap Jessi. Kata-katanya semakin membuat Zia kesal dan benci sama Jessi.
Zia menghela nafas, mencoba terus sabar. “Gue nggak janji.” Ucap Zia, yang kemudian langsung masuk ke dalam rumah.
“Elo mau ke mana? Gue kan baru beli makanan kesukaan elo!” Tanya Nino yang baru datang setelah membeli makanan yang disuka Zia.
“Katanya dia masuk angin, sayang. Mangkanya dia cepet-cepet masuk kamar.” Serobot Jessi, sebelum Zia menjawabnya.
“Oh…” Nino percaya begitu saja.
Esok harinya, Nino meminta Zia untuk menemaninya dan Jessi untuk berjalan-jalan di kota Bandung. Entah kenapa Nino selalu meminta Zia untuk ikut menemaninya, padahal Nino sendiri sudah tahu banget tentang kota Bandung, karena ia pernah tinggal selama 6 tahun di kota kembang itu.
Mau di jalan, di kafe, di mobil, bahkan di manapun, Zia seolah menjadi kambing conge. Ya, karena ia selalu di antara Nino dan Jessi. Bahkan dengan terpaksa Zia harus melihat Nino dan Jessi yang terkadang terlihat mesra. Mmm…bikin hati Zia panas aja!!
Pengen banget Zia marah-marah sama Nino dan ngusir Jessi buat keluar dari rumahnya. Tapi semua itu nggak mungkin Zia lakuin, karena ia masih menghargai Nino sebagai sahabatnya. Lagian kalo Zia sampe ngusir Jessi, bisa-bisa Nino ngemusuhin dia. Bukannya maklah untung, tapi malah buntung.
“Nino, gue pulang duluan ya…” Pinta Zia.
“Nggak, elo harus tetep temenin kita.” Kata Nino.
Zia, Nino dan Jessi terus menyusuri jalan-jalan di kota Bandung seraya berkuliner.
Tetapi, untung saja, tiba-tiba seorang teman kuliah Zia menghampiri Zia.
“Hey, lagi ngapain elo di sini?” Tanya Tomy.
“Eh, Tom… Gue lagi nganter temen gue jalan-jalan.” Jawab Zia.
“Baik banget elo jadi temen.” Ucap Tomy, yang sadar kalo Zia lagi nganter orang yang lagi pacaran.
Zia memelototi Tomy, tapi Tomy malah ketawa mesem.
“Mmm…Nino, gue ada urusan, gue boleh pergi kan?” Kata Zia pada Nino tiba-tiba.
“Emangnya elo mau ke mana?” Tanya Nino.
“Gue ada urusan pribadi sama Tomy, sorry ya gue tinggal.” Jawab Zia yang langsung pergi seraya menarik tangan Tomy agar ikut meninggalkan tempat itu bersamanya.
Sorry ya, tadi gue pake nama elo biar bisa pergi.” Kata Zia.
“Iya, nggakk apa-apa lagi. Lagian masa sih gue tega ngeliat elo jadi kambing conge kayak gitu.” Kata Tomy.
Thank you, Tom…” Ucap Zia.
“Eit, tapi ada imbalannya.” Kata Tomy, Zia bingung. “Kapan-kapan elo harus mau kalo gue ajak jalan. Gimana?”
Zia bingung, tapi akhirnya ia menerimanya. Karena nggak ada salahnya sekali-kali jalan sama cowok yang keren kayak Tomy.
Dan hari itupun Zia habiskan bersama Tomy, mungkin itu lebih baik dari pada menghabiskan waktu bersama Nino dan Jessi yang pacaran.
^_^
Hari pertama, hari kedua, hari ketiga, hari keempat, hari kelima, hari keenam dan akhirnya hari ketujuh, seminggulah sudah Nino dan Jessi berada di rumah Zia. Seminggu itu pun Zia menemani mereka. Tapi untung saja di hari ke tujuh itu Jessi minta pulang sama Nino. Zia sih senang kalo Jessi mau pulang, tetapi, Zia nggak tahu apa dia harus senang atau sedih kalo Nino juga harus pulang. Seenggaknya yang Zia rasain ialah akan terbebas dari mimpi buruk yang menjelma liburan itu.
Thank you yah udah mau nerima kita tinggal di rumah elo selama kita liburan.” Kata Jessi, dengan nada bicaranya yang menyebalkan.
Zia hanya mengangguk, karena ia tak mau mengeluarkan kata hanya untuk cewek yang nyebelin itu. Baginya, sebuah kata begitu berarti dan akan dikeluarkan hanya untuk orang yang berarti. Dengan kata lain, Jessi nggak berarti sedikitpun.
Sorry ya, gue udah ngerepotin elo.” Ucap Nino. “Gue juga thanks banget sama elo, karena elo mau nerima gue sama Jessi tinggal di rumah elo, elo juga selalu nemenin kami. Gue bener-bener thanks banget sama elo. Tapi gue minta maaf, karena ternyata gue hanya bisa tinggal selama seminggu di sini.” Lanjut Nino.
Zia mengangguk. “Sama-sama.” Balas Zia.
Jessi pun bersiap naik ke dalam mobil untuk pergi dan kembali ke Yogyakarta. Sementara Nino masih ingin mengucapkan sepatah-dua patah kata pada Zia.
“Gue bener-bener minta maaf, mungkin gue ngecewain elo. Gue emang cowok yang payah, yang takut dan nurut sama ceweknya. Tapi asal elo tahu, gue nggak ngeharapin liburan yang kayak gini, yang diatur sama cewek gue.” Kata Nino. “Gue pengen suatu saat nanti, gue bener-bener ngehabisin waktu cuma sama elo aja. Gue janji, nanti gue bakalan datang sendiri.” Lanjutnya.
“Elo nggak usah janji, pikirin aja cewek elo itu.” Kata Zia. “Dan mendingan elo pergi sekarang, kasian tuh cewek elo nunggu kelamaan.” Lanjutnya dengan agak berat hati.
“Sampai nanti…!!!” Ucap Nino, sebelum ia naik ke dalam mobil.
Nino pun melngkahkan kakinya menuju mobil. Dan kemudian, mobilnyapun melaju meninggalkan halaman rumah Zia.
Entah kapan lagi Zia akan bertemu dengan Nino, hanya waktu yang akan menjawabnya. Tetapi Zia berharap, kelak Nino hanya akan datang sendiri.

-sampai di sini-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar