Jumat, 30 September 2011

Deg-Degan ^o^

Oleh : Resha T. Novia


Bergetar aku,
suasana bergeming,
bersorak sorai antara makhluk seribu ahli,
aku takut,
namun tak bisa mundur,
semua telah tampak depan mata,
dan mata-mata itupun menatap tajam ke arahku,
bagaimana tidak?
tapi, apa aku yang salah?
ah, tidak!
ini hanyalah cobaan dan tantangan,
harus kuhadapi tuk melalui rintangan..

***Ini puisi dibuat pas tanggal 20 September 2011, detik-detik pas mau jadi dirijen... Deg-degan banget rasanya. Maklum, pengalaman pertama, apalagi langsung di hadapan rektor, dosen, wabup, staff kampus, n kakak-kakak tingkat lagi.. huhu.. Tapi alhamdulillah lancarrrrrr.... Yang tambah seneng, ternyata dapet uang saku juga jadi dirijen.. haha... ^o^***

Melepas Cita

Oleh : Resha T. Novia


Melepas angan meradang jiwa,
lelah mencari, semangat menghilang,
berlari diri dalam raga tak berdaya,
menghempas cita karena larangan sang tertua,
korbankan hati tuk hindari perih,
meski rasa diri cukup mengiris,
luka pun digores, biarkan terobati..

Ilusi dalam Diri

Oleh : Resha T. Novia


Menyepi rindu dalam alunan sang bayu,
menata hati terpejam sepi,
terkubur api dalam hati,
dan bersorak janji dalam sang maji.

Aku pergi,
ditarik kehampaan diri,
melisan sandi yang terpatri,
mengubur perih tuk ruang seri.

Ah...
Semua ilusi,
tertanam dalam hati..

Kenangan 3 Bulan

Oleh : Resha T. Novia


3 bulan itu harus menjadi kenangan. Ya, 3 bulan yang Via dan Panji lewati, kini hanya tinggal sepenggal cerita yang hanya bisa dikenang. Dikenang? Hmm.. mungkin ini terlalu pahit bagi Via. Bagaimana tidak, meski hanya 3 bulan, tapi hubungan mereka sudah sangat jauh.

"Kalo nanti kita married, aku pengen punya anak 4 ya.." Ucap Panji saat itu.

"2 aja deh, cewe 1, cowo 1.." Balas Via.

Panji cemberut.

Begitu banyak mimpi yang mereka rajut bersama tuk masa depan. Bahkan Via sudah yakin, bahwa Panji lah lelaki terbaik tuk menjadi pendamping hidupnya kelak. Namun semua itu harus sirna, ketika dengan tiba-tiba Panji mengatakan bahwa ia dekat dengan perempuan lain. Padahal selama ini hubungan antara mereka selalu baik-baik saja. Begitu sakitnya hati Via.

"Aku tetap sayang kamu, aku juga butuh kamu.. Tapi dia hadir di antara hubungan kita.. Dan hatiku ini entah kenapa harus terbagi.. Ini memang sangat berat.. Aku tahu kamu pasti marah.. Aku minta maaf.." Ucap Panji.

Via membisu. Hatinya menangis.

"Maafin aku.." Ucap Panji lagi.

Via menggelengkan kepalanya. "Ini terlalu sakit jika aku harus maafin kamu.." Balas Via dengan suara bergetar, menahan tangis.

"Via..."

"Pilih dia, dan cepat pergi dari sini !" Ucap Via nadanya mulai meninggi, dan tak dapat lagi menahan tangisnya.

Dengan langkah gontai, Panji meninggalkan rumah Via. Ia begitu sangat bersalah atas kejadian semua ini. Ia hanya bisa menyalahkan dirinya sendiri yang tak bisa menjaga hatinya untuk Via seorang.

Sementara, Via merasa ini adalah karma yang ia terima karena dulu telah memutuskan mantan kekasihnya, dan malah memilih Panji. Via merasa ini adalah kesalahan besar.

Dan setelah kejadian itu, Via tak pernah mau lagi berhubungan dengan Panji. SMS Panji tak pernah ia balas, telepon tak pernah ia angkat. Apalagi sampai bertemu. Semua hanya akan memperkeruh suasana hati Via dan membuka luka ya belum bisa terobati.



_end_ ^o^



Kurasa Kau Bukan Mimpi !

Oleh : Resha T. Novia


"Apa yang akan kamu lakukan jika aku tiba-tiba menghilang?" Tanya Sasa pada Ray di suatu malam. Saat mereka berjalan menuju rumah Sasa.

"Kamu kan bukan hantu atau jin yang bisa hilang.." Jawab Ray bercanda.

Sasa menghela nafasnya begitu dalam.

"Maaf ya, Ray.." Ucap Sasa tiba-tiba.

"Maaf buat apa? Ini kan belum lebaran?" Balas Ray.

Sasa hanya tersenyum. Namun senyumnya kali ini menyimpan banyak tanya.

"Oia, minggu depan aku manggung, kamu bisa nonton kan?" Tanya Ray.

"Entahlah !" Jawab Sasa, singkat.

"Kok gitu sih?" Tanya Ray, kecewa.

Sasa tak menjawab, ia mulai membuka gerbang rumahnya perlahan.

"Aku capek, mau langsung istirahat." Ucap Sasa.

Ray mengerti, karena hampir seharian mereka mengelilingi kota Bogor.

"Met istirahat." Ucap Ray, kemudian mengecup kening Sasa dengan sangat lembut. Sasa tak menolak.

Sasa pun masuk ke dalam rumahnya, sementara Ray pergi untuk pulang ke rumahnya.

Dari jendela kamar, mata Sasa mengikuti langkah kaki Ray. Ia seakan tak ingin Ray hilang dari pandangannya. Namun, Ray melangkah semakin jauh, jauh, dan jauh. Hingga menghilang.

"Selamat tinggal, Ray!" Ucap Sasa, lirih.

***

Ray tampak khawatir. Sudah satu hari ini Sasa tak memberikan kabar padanya. Bahkan handphonenya pun tak bisa dihubungi, nonaktif.

Selesai kuliah, Ray segera pergi ke rumahnya Sasa. Tapi rumah itu terlihat sepi. Bisa dipastikan tak ada orang di dalam. Ya, Ray yakin tak ada siapa-siapa di dalam rumah itu, setelah sekian kali Ray menekan bel.

"Maaf mbak, mau tanya. Orang-orang di rumah ini pada pergi ke mana ya?" Tanya Ray pada seorang perempuan yang sedang lewat, seraya menunjuk rumah Sasa.

"Wah, saya kurang tahu mas. Tapi setahu saya, rumah ini memang selalu sepi." Jawab perempuan itu.

"Makasih, Mbak." Ucap Ray. Perempuan itu pun pergi.

Ray tak menyerah, ia mencoba pergi ke rumah yang ada di samping rumah Sasa.

"Oh, rumah itu udah kosong dari sejak 3 bulan yang lalu. Setahu saya, dulu mereka sekeluarga pergi liburan ke luar kota. Tapi, sampai saat ini mereka gak kembali. Kabar terakhir sih, mobil mereka masuk jurang. Dan gak ada yang selamat." Pak Rudi menjelaskan.

"Degghhh..." Ray terdiam. Tak percaya akan cerita dari Pak Rudi, tetangga Sasa.

"Lalu, siapa Sasa yang kukenal selama ini?" Tanya Ray dalam hati.

Ray benar-benar terpukul.

***

Di antara masalah yang melanda, Ray harus tetap profesional sebagai seorang musisi. Di malam Minggu, Ray dan bandnya tampil dalam sebuah acara yang cukup bergengsi. Meski bandnya termasuk baru, tapi sudah cukup banyak penggemar yang menantikan penampilan bandnya. Itu pula yang menjadi salah satu pemacu semangat Ray.

Di atas panggung, Ray menyanyikan single terbaru dari bandnya yang berjudul "Kurasa Kau Bukan Mimpi". Ray menyanyikan lagu itu dengan sangat menjiwai. Tentu saja, karena syair yang ada dalam lagu itu menceritakan dirinya dan Sasa.

Tiba-tiba, saat bernyanyi, Ray seakan melihat Sasa di antara kerumunan penonton. Namun pandangannya menghilang.

"Makasih, Sa.. Kamu udah dateng.. Love you.." Ucapnya dalam hati yang ditujukan untuk Sasa, yang telah mengambil hatinya.

***

"Aku baru sadar, semua yang kamu ucapin malam itu gak bercanda." Ucap Ray di ujung siang, seraya memandang rumah kosong itu.


***selesai***

Curcol... (Sssssttttttt........)

Oleh : Resha T. Novia


 Aku bukannya marah, aku hanya ingin membalas sedikit luka yang aku rasa selama menunggu. Tapi ini juga bukan balas dendam, karena aku tak punya dendam padamu. Sedikitpun..

Kemarin, kamu ucapkan kata maaf, tapi kurasa sebenarnya kamu tak tahu kesalahanmu apa. Itulah sebabnya, aku diam. Membisu tanpa kata. Semua itu kulakukan untuk memberimu waktu. Waktu tuk berpikir, kenapa aku begini..

Maaf, inilah aku..  







***Ini tuh ditujuin buat seseorang, tapi gak tau deh, dia ngerasa atau nggak...hmmm....***

Sebening Cintaku

Oleh : Resha T. Novia


Matanya berbinar melihat sosok cantik di sebrang jalan sana. Sosok gadis yang mengenakan dress putih selutut, rambutnya terurai indah sebahu, dan pipinya merah merona.

"Bening !" Teriak Rian seraya melambaikan tangan kanannya. Ia terlihat sangat senang bisa bertemu lagi dengan Bening, kekasihnya.

Ya, sosok cantik itu bernama Bening. Cukup lama mereka tak bertemu, karena Rian harus Kerja di luar kota.

Bening tersenyum, dan membalas lambaian tangan Rian.

"Tunggu di sana !" Teriak Rian.

Bening menggeleng. "Jangan ! Aku aja yang ke sana !" Balas Bening.

Rian tak bisa menolak, ia menunggu Bening menghampirinya.

Kendaraan-kendaraan terus berlalu lalang melintasi jalan yang memisahkan antara Rian dan Bening.

Tiba-tiba, handphone Rian berbunyi. Ia segera mengangkatnya dan ia berjalan ke arah tempat yang tidak terlalu bising, namun tak jauh dari tempat ia berdiri. Obrolan seriuspun mulai terlihat dari raut muka Rian. Namun entah apa yang sedang dibahas.

"BRAKKKKK.......!!!"
Seketika, terdengar suara yang sangat mengejutkan mengalihkan perhatian semua orang yang ada di sana. Orang-orang berlarian menuju tengah jalan. Perhatian Rian pun teralihkan, telepon ia tutup. Dan segeralah ia menuju keramaian itu.

Deg... deg... deg... deg...
Bibir Rian seakan membisu, langkahnya seakan terpaku. Getar tubuhnya mulai menderu setelah berada di antara keramaian itu.

***

Rian duduk sendiri di samping pusara yang masih merah dan basah. Air matanya menetes seakan tak bisa berhenti. Ada penyesalan dalam dirinya. Dan tangannya terus mengelus-elus batu nisan di hadapannya yang bertuliskan "Bening Sharena Putri".

"Aku janji, aku pasti akan susul kamu ke sana. Tunggu aku..." Ucap Rian dalam duka.




Selesai... ^^

Danau Kenangan

Oleh : Resha T. Novia


Sore itu kutemui Lastri di dekat danau yang menjadi tempat biasa kami bertemu. Ia memintaku datang, ada yang mau ia bicarakan, katanya.

Kulihat Lastri telah menungguku, aku segera menghampirinya yang sedang berdiri menghadap danau, namun membelakangiku.

Kutepuk bahunya saat itu. Namun Lastri tak terkejut, ia seolah sudah tahu bahwa aku akan melakukan itu.

Aku melemparkan senyum padanya, namun Lastri hanya menatap mataku dalam dan tiba-tiba memelukku dengan erat. Aku bingung.

"Kamu kenapa?" Tanyaku, bingung.

Tiba-tiba air mata Lastri melebur dalam pelukanku. Aku semakin bingung, aku tak tahu kenapa Lastri menangis. Sikapnya sangat aneh bagiku

"Kalau kamu ada masalah, ceritain aja sama aku. Aku siap jadi pendengar keluh kesah kamu." Lanjutku seraya berusaha menenangkan Lastri yang terus menangis dalam pelukanku.

"Hubungan kita gak bisa dilanjutin. Cukup sampai di sini. Maaf.." Ucap Lastri dalam isak tangisnya.

Duuaarrrrr...
Seperti ada bom yang tiba-tiba meledak di dalam hatiku. Aku tak percaya Lastri ingin putus denganku. Padahal selama ini tak pernah ada masalah antara aku dengannya. Hubungan kami baik-baik saja.

"Ke..ke..kenapa?" Tanyaku terbata-bata, bibirku seakan kaku setelah mendengar kata-kata Lastri.

Lastri mengangguk. Ia melepaskan pelukannya dariku.

"Aku serius. Tapi aku mohon, kamu jangan pernah tanya apa alasannya." Jawab Lastri, masih dalam isak tangisnya.

Hatiku seakan dicabik-cabik. Rasanya sakit, lebih sakit daripada tangan ini teriris oleh pisau tajam.

Tanpa berkata apapun, Lastri meninggalkanku di dekat danau. Ia meninggalkan sejuta tanya untukku.

***

Satu tahun sudah Lastri meninggalkanku. Tak pernah lagi aku melihatnya. Ia benar-benar menghilang setelah sore itu, sore di danau kenangan kita. Danau yang selalu menjadi tempat persinggahanku dikala suka dan duka. Danau yang selalu ada dan setia mendengarkan keluh kesahku.

Aku duduk di bebatuan kecil yang ada di pinggir danau.

"Lastri, aku merindukanmu.." Ucapku dalam hati. Ingat dengan kenangan dulu yang kurajut berdua bersama Lastri.



Sampai sini aja.. ^^

Cinta

Oleh : Resha T. Novia

Aku mulai luluh,
hatiku mulai mencair,
pikiranku mulai terbuka,
untuk cinta yang datang tak tiba-tiba,
dari sosok sepertimu..

Pagi yang Lalu

Oleh : Resha T. Novia


Pagi kala dalam cerita cinta,
meringkih sepi namun tetap bahagia,
sampai malam menyapa sayang,
hangat indah dalam canda ceria..

Entah mimpi apa di malam lalu,
rasa rindu tiba saja menggebu,
senyum sendiri dalam haru yang membiru,
namun semua tiada yang tahu..

Pagi yang lalu,
memberi cerita baru,
menambah catatan indah dalam hidupku..

Kamis, 29 September 2011

Khayalku Tentangmu

Oleh : Resha T. Novia


Dalam khayal tak bertubuh,
kulukiskan kenangan tentangmu,
mengukir sejarah indah tuk masa depanku,
merajut cinta yang bahagia dalam setiap derap langkahku..

Hmm..
Semua memang fana,
tapi itu khayalku tentangmu,
tak ragu aku, walau tak pasti,
terus saja aku menyusun impian yang kan kutuai di kemudian hari..

Tak ada lelah,
karena itu angan yang terpendam,
tuk kugapai di balik dera cobaan menuju pencapaian,
keberhasilan !!

Selasa, 20 September 2011

Yang Kurasa

Oleh : Resha T. Novia


Ada asa,
ada rasa,
yang perlahan tercipta..

Aku hanyalah sepenggal kata,
sebilah harapan,
sepotong pengalaman,
sedikit pencapaian,
dan secuil penantian,
penantian yang tak akan pernah berakhir..

Asa,
yang kurasa,
membelah dunia dalam angan terpenjara,
menembus batas dalam khayal,
hingga semua harus tercapai..

Lagi-lagi

Oleh : Resha T. Novia


Sepenggal hati menghilang dari jiwa yang berpenghuni,
meriuh sepi seakan semua pergi tiada henti,
menyambangi relung-relung yang terhujani bayang ilusi,
mungkin semua tak lagi di sini..

Lagi-lagi,
sendiri..




***puisi ini dibuat pas aku lagi ngerasa sendiri,,, bisa dibilang juga sepi di antara keramaian.. ya, terkadang suka ngerasain hal itu.. huhhhh...***

Sendiri

Oleh : Resha T. Novia

Jeritku memecah hening,
tangisku membelah sunyi,
rintihku menghancur sepi..

Aku..

Aku..

Aku..


Tak ingin hanya sendiri..


Senja itu...

Oleh : Resha T. Novia

Berita senja menghampiri,
riuh-meriuh membawa pikiran melayang,
karena seutas sajak yang menghentak,
meluang rintih di antara kesesamaan,
mengemban asa yang harus terhempas,
hancur sudah semua impian..


SEMANGAT !!

Oleh : Resha T. Novia


Berdiam diri aku di antara pantai yang terpandang,
awan yang membentang,
riuh-riuh angin menyapu ombak dalam lantunan sang banyu
gemuruh sorak memberi semangat jiwa yang hampa,
terus berdiri dalam pijakan bumi pertiwi,
tebarkan aroma ruh leluhur tuk berbagi,
berjuang tuk negeri,maju melangkah dalam satu hati,
untuk Indonesia loh jinawi..

Suasana...

Oleh : Resha T. Novia


Awan kembali hitam,
sayup-sayup redup sorot lampu di pelataran waktu,
memberi celah cahaya tuk kita bersatu,
bersama riuh angin yang menyapu malam..

Bosan...

Oleh : Resha T. Novia


Aku di sini,
bukan untuk menghindari..

Aku di sini,
hanya untuk menyendiri..

Bosan,
kata hati menghantui,
tapi ku tak mau mati..

Terus seperti ini,
ku tak mengerti..

Minggu, 18 September 2011

Biarlah !!

Oleh : Resha T. Novia


Merasuk..

Dalam..

Perih..

Asaku mulai membeku..

Biarlah waktu yang menungguku..
Biarlah hasrat membelenggu..
Biarlah semua terpaku..
Biarlah kau tak tahu..

Luka,
terlalu dalam kumerasa..

Adalah Aku...

Oleh : Resha T. Novia


Kesalahan,
adalah aku..
Kebodohan,
adalah aku..
Kemunafikan,
adalah aku..

Aku, aku dan hanya aku..

Menjauh..

Pergi..

Menghilang..

Sunyi..

Sendiri..

Menyepi..

Semua tak peduli..

Pasrah,
dalam keterpurukan..

8 Maret 2011

Oleh : Resha T. Novia

“Aku janji akan kembali di tanggal 8 Maret 2011. Aku harap kamu mau menungguku, Mel.” Ucap Tio, empat tahun yang lalu. Masih segar di dalam ingatanku.

Tanggal 8 Maret 2011 ini, aku datang ke stasiun kereta api. Aku menunggu, berharap Tio datang menepati janji. Detik demi detik kulewati, hingga akhirnya kereta dari Yogyakarta pun datang. Kulihat satu per satu orang yang turun dari kereta, namun tak kudapati Tio. Hati inipun mulai menangis. Tio telah melupakan janjinya, pikirku.

Dengan kekecewaan, kuseret kaki ini untuk meninggalkan stasiun.

“Imel!!!”

Mendengar suara itu langkahku terhenti, hatiku terobati. Aku bahagia. Tio menepati janjinya.


"Tangan Setan"

Oleh : Resha T. Novia
 
Malam itupun aku tidur. Saat itu aku mulai tidur tepat pada pukul dua belas malam. Hal yang tak biasa bagiku. Ya, karena aku tidak pernah tidur selarut itu, aku juga tidak punya penyakit yang dinamakan insomnia.

Tidak lama aku tidur, bahkan mungkin nyawaku belum pergi ke alam mimpi. Tiba-tiba saja, aku merasakan sesuatu yang menyentuh wajahku dengan pelan. Terasa seperti tangan, tapi jari-jarinya terasa besar dan begitu kasar.

Seketika aku terbangun karena merasakan sentuhan itu. Namun saat mataku terbuka, tak satu orangpun yang ada di hadapanku. Aku pun beranjak dari tempat tidurku, ku lihat-lihat ruangan yang ada di dalam rumahku, mungkin saja itu ayahku yang biasanya bangun di tengah malam hanya untuk minum. Tetapi saat ku lihat ke ruang tengah, dapur, dan bahkan ruang tamu, tidak ku temukan ayah. Langsung saja aku melihat ke kamar orang tuaku, ternyata ayah sedang tidur dengan nyenyak. Tidak mungkin dengan waktu yang singkat beliau bisa kembali tidur dengan nyenyak.

Aku mulai aneh, langkahku mulai melambat seraya otak ini berpikir. Tanganku pun mulai memegang pipiku, masih terasa sentuhan tangan kasar itu. Dengan penuh tanda tanya di benakku, aku kembali masuk ke dalam kamar.

Setelah diam di dalam kamar, aku tidak bisa menutup mataku lagi. Rasa takut mulai menghampiriku, bulu kudukku pun mulai berdiri.

Tak lama dari itu, aku mendengar suara hentakkan kaki di depan kamarku, semakin lama hentakkan kaki itu terdengar menjauh seperti menuju ke arah dapur. Aku kembali positive thinking, mungkin kini benar-benar ayahku.

Untuk menghilangkan rasa takutku, ku bawa sebuah novel dari meja belajarku dan ku baca novel itu. Ya, hanya novellah yang bisa menemaniku saat itu. Akhirnya saat jam dinding menunjuk ke angka empat pagi, rasa kantuk pun datang dan tidak bisa dielakkan lagi, matakupun mulai terlelap.

Tidak sampai dua jam tidur, aku kembali bangun, karena pagi telah menyapa hariku. Saat aku keluar dari kamar dan melihat ayah, aku langsung saja berinisiatif untuk bertanya padanya.

“Ayah, tadi malam Ayah ke dapur buat minum ya?” Tanyaku, yakin.

“Nggak, tadi malam Ayah tidur nyenyak banget.” Jawab Ayah.

Aku tercengang kaget. “Lalu siapa yang tadi malam itu?” Benakku bertanya, namun tak kuucapkan.

Kejadian seperti itu tidak hanya terjadi hari itu saja, bahkan sudah sering terjadi semenjak aku tinggal di rumahku saat ini. Dan tangan yang kurasakan itu, ku sebut dengan “tangan setan”.


Udahan ah… ^_^

"Inikah Penyesalan?"

Oleh : Resha T. Novia


Suara tangisan bayi memenuhi sebuah kontrakan dengan ruangan kecil yang hanya berukuran 5 x 6 meter persegi. Aku hanya bisa berdiam diri dan menutup telinga di sebuah sudut, tanpa mau berbuat apa-apa. Aku seolah menaruh dendam dan kebencian pada bayi kecil itu, yang kuberi nama Devina. Aku memang salah, tidak seharusnya aku membenci Devina, bayi yang kulahirkan dari rahimku. Ya, karena seharusnya aku hanya membenci Andre, ayah dari bayi itu yang telah membuatku hamil dan melahirkan Devina. Andre pulalah yang membuatku pergi dari rumah dan meninggalkan keluargaku.

Kini, sudah satu tahun aku meninggalkan rumah. Awalnya aku hidup bersama Andre. Begitu bahagianya saat itu, karena aku bisa merasakan kebebasan. Ya, kebebasan yang benar-benar bebas. Tapi kebahagiaan itu berubah seketika saat Andre tahu bahwa aku hamil olehnya, ia tak mau bertanggunga jawab pada janin yang ada dalam rahimku. Bahkan ia tak mau mengakuinya, malah menuduhku selingkuh dan tidur dengan laki-laki lain. Jika aku tahu akhitnya akan seperti ini, aku tak akan mau meninggalkan rumah dan menentang perjodohan yang telah orang tuaku rencanakan.

Cinta itu buta, mungkin itulah yang kurasakan pada Andre. Tak berpikir dengan akal sehat, bahwa orang tuaku telah memilihkan jodoh yang terbaik untukku.

“Aku gak mau dijodohin, Mah, Pah… Aku mencintai Andre…” Bantahku satu tahun yang lalu setelah tahu bahwa aku telah dijodohkan dengan Fariz, anak rekan bisnis Papah.

“Latar belakang Andre itu gak jelas, dia juga terlalu urakan untuk menjadi seorang suami.” Pekik Papah.

Tak ada yang membelaku saat itu, aku hanya bisa meneteskan air mata. Dan masih di hari itu, malamnya pun aku memutuskan untuk kabur dari rumah, Andrelah yang menjemputku saat itu. Bahkan ia pula yang memaksaku kabur dari rumah.

“Inikah yang disebut penyesalah?” Bathinku bergejolak. Sementara tangis Devina semakin keras, membuatku ingat pada kebencianku terhadap Andre.

Andai saja saat itu aku tak pernah kabur dari rumah, andai saja aku mau menerima perjodohan itu. Hidupku kini mungkin tak akan seperti ini, tenggelam dalam penderitaan yang aku tak tahu kapan berakhirnya. Ahhhhh….semuanya sudah terlambat!!!

Pikiranku semakin kalut, tak ingin lagi ku mendengar suara tangisan Devina yang tak juga berhenti. Kakiku pun mulai kulangkahkan keluar dari ruang kecil itu yang ku kontrak selama ini. Aku meninggalkan Devina di sana.

Jauh, jauh, dan semakin jauhlah suara tangisan Devina, hingga tak lagi ku dengar. Dan kini, hanyalah suara lalu-lalang kendaraan yang memenuhi pendengaranku. Aku berjalan lurus mengikuti asa dalam pikiran buntuku, tanpa menghiraukan semua suara yang memanggil-manggilku. Dan “Brukkkk….” Semuanya pun berubah menjadi hitam, hanya suara orang-orang yang kudengar, disusul dengan suara ambulans yang suaranya seakan makin menjauh. Tak ada lagi yang kudengar, tak ada lagi yang kurasakan. Hingga akhirnya, semua menghilang…

_selesai_

Rumah yang tak Lagi Bernyawa

Oleh: Resha T. Novia


Dalam penghujung malam,
aku terdiam di pojokan sepi tak bercahaya,
memandang semua sudut dengan rasa yang begitu hampa..

Kemana kalian?
Suara bergema mengikuti suaraku,
aku terpaku..

Terngianglah lantunan suara hangat seorang ibu,
teriakan kasih sayang seorang ayah,
dan tawa kecil dari sang kakak..

Air mata pun mulai jatuh,
diiringi gemetar tubuh dan jeritan perih..

Tak ada lagi yang menemaniku,
tak ada lagi yang menghentikan tangisanku,
dan tak ada lagi orang-orang dekat di sampingku..

Tinggallah aku,
dalam rumah yang tak lagi bernyawa..

Malam

Oleh  : Resha T. Novia

Hilang rasa dalam ayalku
Menyentuh relung hati yang tersayat
Di saat mentari tak lagi bersinar
Aku mulai musnah,
bersama angin malam yang pergi
Indah kini hilang,
karena peri tak lagi berharap pada keajaiban
Entah mengapa...
Semua enyah tak tersisa
Malam, tinggallah hitam tak bernyawa,
di atas bumi sepi...

Menyendiri

Oleh : Resha T. Novia

Aku tak ingin berharap
Aku tak ingin bermimpi
Semua yang ku jalani adalah ini
Menyendiri dari segala batin sunyi
Memompa kesendirian yang tak lagi ku mengerti
Membisulah hati yang tak ingin memperih

Aku berdiam diri di pojokan sepi
Tapi ada rintih sukma di pelosok menjerit
Jumpa peranan batin yang membanjiri
Bersandar kekecewaan dalam penderitaan tak berakhir
Tak berhenti lara dalam berkepanjangan
Membisu sudah di pelataran waktu

Kini dan Dulu

Oleh : Resha T. Novia


Dalam lembaran baru,
aku tersipu malu,
menatap kenangan di masa lalu,
antara aku dan kamu...

Ingin hati menggores sesuatu,
namun tersimpan dalam belenggu,
aku tak dapat menunggu,
semua rasa di dalam kalbu...

Cukup sudah semua berlalu..

Suara Hati

Oleh : Resha T. Novia

Pernah ketika aku mencoba,
tapi hanya perih yang dirasa,
goyah sudah semua impiku,
hanyalah fatamorgana yang tak pernah kupegang...

Ingin kuhapus semua ingatan,
agar dapat ku melupa,
dan tak lagi berharap pada kekosongan,
"KECEWA", suara hati berkata...

Sepi

Oleh : Resha T. Novia

Bumi malam terasa sepi dalam gelap dunia..
Serpihan kasih tak lagi terpancar untuk gulita..
Periangmu tak lagi menyapa..
Lara sepi menyelimutimu..
Duka dulu hanya hiasan tak berarti..
Sampai kau cari bahagia jiwa..
Dalam damai hari tua..
Sendiri,hanya dirimu..

Tanpa Judul

Oleh : Resha T. Novia


Menitik senja dalam kerumunan masa..
Memberi harapan setiap jiwa sengsara..
Hindar luka yg membayang dalam jiwa..
Pergi melupa tuk dapat bahagia..

Untuk siapa itu?
Dirinya menderu dalam jeritan hati..
Ingin rasa mengetuk jiwa..
Memberi cahaya 'tuk diri ini..

Hingga,indah pelangi 'kan menghiasi,
tabur bintang mengiringi,
dan cahaya mentari 'kan bersinar,
'tuk hari-hari yg 'tlah di rangkai dalam mimpi,
bersama bulan,pucat pasi..

Pilihan

Oleh : Resha T. Novia

aku mulai tenggelam dalam fatamorgana yg membawaku tuk melihat indahnya dunia..
aku terbujuk masuk ke dalamnya,tanpa tahu apa maksudnya..
dan aku terbelenggu dalam dua kehidupan,yg kian memaksaku tuk memilih..

derita,kebahagiaan..
mulai bertanya-tanya padaku..
aku,membisu..

Aku dalam Hidup

Oleh : Resha T. Novia

Jeritku dalam sukma
melebur tuk jadi air mata penyesalan
yang kian larut dalam penderitaan...

Roboh,semua harapku
Melayang,semua anganku
Dan tak urung mengenal duka

Hariku semakin kelam
Meski ku coba tuk melupa
Hingga ku temukan titik indah
dalam hidupku yang mencoba lebih tertata...