Oleh : Resha T. Novia
April terkejut mendengar curhatan
Jeremy. Ia menatap mata Jeremy, dan Jeremy balas menatap dengan perasaan yang
bingung.
Mata April mulai tarlihat berkaca-kaca,
sehingga membuat Jeremy panik.
“Pril, elo kenapa?” Tanya Jeremy
yang panik dan sekaligus bingung.
Tanpa menjawab pertanyaan Jeremy,
April langsung berlari dan meninggalkan Jeremy yang semakin kebingungan dengan
tingkah April.
April terus berlari tanpa
menghiraukan sahabatnya itu, Jeremy. Hingga nafasnya terengah-engah dan
kemudian berhenti di taman belakang dekat gudang peralatan yang berada di dalam
kampus.
Suasana di taman itu begitu sepi,
tentu saja karena jarang sekali mahasiswa yang datang ke tempat itu.
Paling-paling penjaga kampus dan mahasiswa yang sedang ingin menyendiri,
seperti April.
Air mata April tak bisa tertahan
lagi, ia pun menangis memecah keheningan.
“Selama ini elo nggak pernah tahu
sama perasaan gue yang sebenarnya, gue sakit kalo harus ngedengerin curhatan
elo tentang cewek yang elo taksir. Itu nyakitin hati gue….” Ucap April,
mengeluarkan isi hatinya pada alam yang menemaninya. “Dan lebih sakit lagi pas
tadi elo bilang kalo elo mau nembak cewek itu. Apa elo nggak pernah sadar, kalo
selama ini gue suka sama elo, Jer?’ Lanjutnya, dalam tangis.
April terus menangis, mungkin dengan
menangislah perasaannya akan sedikit terobati.
“Gue harus gimana…?” Tanya April
pada dirinya sendiri.
“Semua masalah pasti ada jalan
keluarnya.” Ucap seorang cowok yang entah dari kapan ada di belakang Apri.
April terkejut dan pandangannya
langsung tertuju pada cowok itu. Dengan gaya yang begitu cool, cowok itu duduk di samping April, dan kemudian matanya
menatap wajah April.
“Ngapain elo ngeliatin gue terus?”
Tanya April.
“Elo jelek banget yah kalo nangis!”
Jawab cowok itu seraya memberikan tisu.
April segera mengusap air matanya.
Perasaannya sedikit malu saat itu. Entah kenapa perasaannya terasa lebih
tenang.
“Elo nggak usah kesel, marah-marah
dan bahkan nyalahin diri elo sendiri. Elo juga nggak usah bingung gimana
ngehadapin masalah elo. Jalanin aja semuanya tanpa harus ada beban, karena
sebentar lagi elo akan tahu jawabannya.” Kata cowok itu, seolah-olah sudah tahu
persis masalah yang sedang dihadapi April.
“Elo kan nggak tahu masalah gue
apa!!” Ucap April, agak ketus.
“Siapa bilang?” Tanya cowok itu,
seraya tersenyum. Terang saja membuat April begitu terkejut dan sekaligus
heran.
Cowok itu beranjak dari tempat
duduknya dan mulai melangkahkan kakinya, sedangkan April masih kebingungan dan
penasaran pada cowok itu yang mengetahui semua masalahnya.
“Eh, tunggu!!” Ucap April, seraya
membalikkan badannya. Tetapi cowok itu sudah tidak ada, terasa begitu cepat
perginya.
“Akhirnya gue nemun elo juga.” Ucap
Jeremy, lega. “Tadi elo kenapa sih?” Tanya Jeremy kemudian, penasaran.
“Elo tahu juga nggak ada gunanya.”
Jawab April, ketus.
Jeremy diam, ia bingung dengan sikap
April yang berubah tiba-tiba.
“Mmm… Pril, sebenernya ada yang mau
gue omongin sama elo!” Kata Jeremy, agak ragu-ragu.
“Sorry,
gue mau ke kelas, kuliah udah mulai.” Jawab April, dingin. Dan langsung pergi
menuju kelas.
Jeremy benar-benar tak tahu harus
bagaimana agar April mau mendengarkannya. Ia hanya terdiam, sampai jam kuliah
selesai.
April keluar dari kelas setelah
kuliah selesai, dan Jeremy mencoba mengejarnya.
“Pril, gue pengen ngomong sama elo!”
Kata Jeremy seraya membuntuti April.
April terus berjalan, tanpa
menghiraukan Jeremy.
“Pril…” Tahan Jeremy dengan menahan
tangan April.
“Lepasin tangan gue!!!” Bentak April
seraya berusaha melepaskan tangan Jeremy.
“Gue nggak bakalan ngelepasin tangan
gue, sampai elo mau ngomong sama gue!!” Kata Jeremy, dengan nada suara yang
sedikit meninggi.
“Gue nggak ada WAKTU buat elo, GUE
MAU PULANG!!!” April mulai emosi.
“Pril, sebenernya elo kenapa sih?”
Tanya Jeremy. “Hari ini elo kayak bukan April yang gue kenal.” Lanjutnya.
“Gue capek terus-terusan dengerin
curhatan elo tentang cewek itu. GUE CAPEK…!!!” Jawab April dengan nada tinggi,
emosi. “Elo nggak pernah coba ngertiin perasaan gue, elo tuh egois!!”
Lanjutnya, nada suaranya mulai melemah karena April mulai meneteskan air mata.
Jeremy memeluk April, tangisan April
melebur di dada Jeremy.
“Gue minta maaf, kalo selama ini gue
egois. Tapi asal elo tahu nggak ada satupun cewek lain yang gue suka, kecuali
elo. Ya, karena hanya elo yang gue suka. Dan semua curhatan gue sama elo
tentang cewek itu, semuanya hanya nyeritain tentang elo. Tapi elo nggak pernah
sadar. Gue sayang sama elo, April!” Kata Jeremy, saat ia memeluk April. “Itu
yang pengen gue omongin sama elo dari tadi.” Lanjutnya.
April terkejut, ia sangat tak
menyangka semua itu bisa terjadi. Kini tangisannya berubah, bukan tangisan
kekesalan lagi tapi berubah menjadi tangisan kebahagiaan.
***
Tidak terasa sudah satu minggu ini
April dan Jeremy resmi jadian.
“Hari ini kamu ikut aku ke rumah Tanteku
ya.” Pinta Jeremy. Kini mereka nggak ngomong gue atau elo lagi, tapi berubah
jadi aku dan kamu. Setelah jadian pastinya.
“Aku malu ah!” Jawab April.
“Ayo dong sayang, please….!!!” Bujuk Jeremy, seraya masang
wajah memelas.
Akhirnya April mengangguk.
Sampai di rumah Tantenya Jeremy,
April dikenalkan. Melihat keluarga Jeremy yang welcome sama siapa saja bikin April senang and ngerasa nggak minder. Kalau dengan orangtua Jeremy nya sih
nggak usah ditanya lagi coz dari
masih sahabatanpun udah deket banget. Bahkan kedua orang tua Jeremy dan April
pun udah pada kenal, apalagi pas mereka tahu kalau anaknya pacaran mereka malah
senang banget. Udah nggak ada hambatan lagi deh!
“Udah berapa lama nih kalian
jadian?” Goda Tante pada April saat Jeremy ke belakang.
“Ih, Mamah pengen tahu aja urusan
anak muda.” Kata suaminya, alias Omnya Jeremy.
Tante tersenyum. Pipi April saat itu
sedikit memerah. Tetapi untung saja Jeremy cepat kembali.
“Kalo gitu, sekarang Tante sama Om
yang ke belakang soalnya kita kan nggak mau ngeganggu anak muda.” Kata Tante
seraya beranjak dari tempat duduknya.
“Ah
Tante, bisa aja.” Ujar Jeremy.
Tante
dan Om Jeremy pun masuk ke ruang tengah rumah.
“Wah,
ini kumpulan album foto ya?” Tanya April saat melihat kumpulan album foto yang
ada di lemari kaca ruang tamu, kumpulan album itu tersusun begitu rapi.
“Kalo
mau lihat, sok aja!” Kata Jeremy. April pun mengambil salah satu album foto
yang ada di lemari itu.
“Ini
album foto keluarga besar kamu ya?” Tanya April saat melihat-lihat.
“Iya,
wah kebetulan banget kamu ngambil album foto keluaga besar aku. Jadi aku bisa
ngenalin semua keluaga aku ke kamu.” Jawab Jeremy.
Jeremy
mengenalkan satu per satu keluarganya yang ada di album foto itu dan
menceritakan karakter-karakter dari keluarganya.
Saat
Jeremy menceritakan keluarganya yang ada dalam foto, tiba-tiba mata April
tertuju pada sebuah foto. Foto seseorang yang sepertinya tak asing lagi di
matanya. Tapi entah siapa.
“Dia
Shendy, kamu kenal?” Tanya Jeremy saat menyadari mata April tertuju pada foto
itu.
“Shendy…”
Ucap ulang April. “Sebenarnya nggak kenal sih, tapi aku baru inget kalo aku
pernah ketemu sama dia.” Jawab April, yakin.
“Kamu
pernah ketemu sama dia?” Tanya Jeremy lagi, yang penasaran karena ternyata
April pernah bertemu dengan sepupunya yang paling dekat dengan dirinya.
“Iya,
aku benar-benar yakin kalo aku pernah ketemu sama dia.” Jawab April, kini ia
lebih yakin.
“Dia
itu, sepupu aku yang paling deket. Dari kecil kita nggak pernah bisa pisah.
Sehari nggak ketemu rasanya ada yang kurang aja. Kayak soulmate gitu.” Kata Jeremy. “Oh iya, kapan kalian pernah ketemu?”
Tanya Jeremy, penasaran.
“Seminggu
yang lalu, pas aku diem di taman belakang deket gudang kampus. Tepatnya sih pas
aku lagi ngambek sama kamu.” Jawab April.
Mata
Jeremy membulat, ia terkejut mendengar jawaban April.
“Kamu
kenapa?” Tanya April yang heran melihat ekspresi Jeremy.
“Ini
nggak mungkin, Pril!” Kata Jeremy. “Kamu pasti salah orang. Shendy itu udah
meninggal, dia meninggal tepat seminggu sebelum kita kenal, seminggu sebelum
kita masuk kuliah. Dan itu kejadiannya udah dua tahun yang lalu.” Lanjut Jeremy.
“Me…me…meninggal…?”
April benar-benar terkejut.
Selesai…
^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar