Minggu, 16 Oktober 2011

Mending Jadi Gayus atau Nazaruddin…… ???


Oleh : Resha T. Novia

Anding mematikan televisi di kamarnya. Tapi untung hanya ia matikan. Niat awalnya sih ingin membantingkan televisinya itu. Tapi ia juga tidak mau kena semprot dari kedua orang tuanya yang sudah membelikan ia televisi. Hal itu terjadi karena ia bosan pada kebanyakan acara yang ditayangkan televisi, terutama berita. Ya, ia bosan karena hampir semua yang ditayangkan hanya itu-itu lagi, seperti tentang politik antara partai x dengan partai z, kasus  tentang KPK vs Polisi, kasus Bank Century yang gak selesai-selesai, dan kasus Bank Century pun seakan dialihkan isunya, dengan dicuatkannya kasus video porno Ariel dengan Luna Maya. Selain itu juga ada kasus Gayus Tambunan yang melahap uang pajak, peninjauan kembali (PK) kasus Antasari Azhar yang membunuh Nazrudin Zulkarnaen, bahkan sekarang ini yang sedang mencuat adalah kasus suap Wisma Atlet yang melibatkan Nazaruddin. Belum lagi kasus yang lainnya. Sungguh malangnya negeri ini. Hmmm…
            Anding menggeleng-gelengkan kepalanya, tak habis pikir dengan semua yang ia lihat selama ini.  Adanya media memang bagus untuk menambah pengetahuan masyarakat, tapi tak sedikit pula memberikan dampak negatif yang mungkin tidak begitu dirasakan atau tak langsung bisa dilihat secara kasat mata. Contohnya Anding sendiri, ia merasa iri pada Gayus juga Nazaruddin. Bahkan terkadang ia malah berpikir dan bercita-cita jadi Gayus atau Nazaruddin. Cita-cita yang aneh sih, tapi ia melihat sudut pandang yang berbeda dan cenderung salah. Ya, ia berpikir bahwa jadi seorang Gayus atau Nazaruddin itu enak. Seperti Gayus, meski ditahan tapi masih bisa jalan-jalan dan liburan ke Bali, bahkan sampai bisa menonton pertandingan Tenis Internasional. Waw.. Tapi bukan hanya itu saja, Gayus juga melakukan pesiar ke luar negeri bahkan ke dua Negara yaitu ke Makao sebagai tempat judi yang paling asoy dan Malaysia. Sungguh luar binasa, karena terlalu banyak uang jadi seperti itu. Sekalian saja Gayus dijadikan duta pariwisata, karena tempat-tempat yang dikunjunginya bisa mendadak jadi terkenal. “Enak bukan?” Pikir Anding.
            Lain lagi dengan Nazaruddin, setelah diduga terlibat dalam kasus suap Wisma Atlet, ia masih bisa kabur ke Singapura dengan alasan akan pergi berobat karena ada gangguan jantung. Nyarisnya kepergiannya tersebut tepat satu hari sebelum pihak Imigrasi mencekal Nazaruddin untuk bepergian ke luar negeri demi proses hukum, itupun atas permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Aneh, tapi nyata. Nazaruddin emang pinter, kabur ke Singapura, karena mungkin dia tahu kalau Sigapura itu tidak memiliki perjanjian ekstradisi[1] dengan Indonesia, jadi dia bisa bebas jalan-jalan di Singapura tanpa takut ditangkap polisi setempat. Dan ada lagi yang lebih seru sekaligus hebat kalau jadi seorang Nazaruddin, yaitu tentang kepulangan Nazaruddin ke Indonesia. Bagaimana tidak? Hanya untuk menjemput seorang Nazaruddin, Negara kita (Indonesia) sampai berani untuk mengeluarkan uang yang tak sedikit nilainya, bahkan sampai menggunakan pesawat carteran asal Amerika Serikat. Sungguh istimewa sekali seorang Nazaruddin ini.
            “So, mendingan jadi Gayus atau Nazaruddin ya…???” Tanya Anding dalam benaknya.
            “Andiiiiiiiiiiiiiiinnnnnnnnngggggggggggggg……..!!!” Tiba-tiba terdengar suara teriakan yang volumenya sudah tak bisa dibayangkang, hingga kaca yang ada di kamar Anding pun bergetar gara-gara efek dari suara tersebut.
            “Iya, Mah…” Balas Anding setengah berteriak. Masih malas untuk beranjak dari tempat tidurnya. Namun, dengan sedikit terpaksa Anding pun turun dari tempat tidurnya dan keluar dari kamar. “Ah, Mamah malah ngerusak khayalanku.” Gerutunya.
            “Kenapa kamu?” Tanya Mamah.
            “Nggak…” Jawab Anding, datar.
“Ini, anterin kue ini ke rumah Uwa[2] kamu ya. Awas, jangan berkurang!” Titah Mamah seraya memberikan sebuah kantong yang di dalamnya ada sebuah kotak putih yang berisi kue.
            “Iya, Mamah…” Ucap Anding seraya menerima kantong dari Mamahnya.
            Anding pun langsung berangkat ke rumah Uwanya yang tak jauh dari rumahnya. Mangkanya ia putuskan untuk berjalan kaki saja.
            “Tadi khayalanku udah sampe mana ya?” Tanya Anding pada dirinya sendiri sambil garuk-garuk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal.
            “Anding!!!” Panggil seseorang saat Anding sedang berjalan. Ia pun menghentikan langkahnya dan menolehkan pandangannya.
            “Uwa?” Anding heran, ternyata Uwanya yang memanggil.
            “Mau ke mana kamu?” Tanya Uwanya.
            Anding terdiam sejenak. “Mau ke rumah Uwa.” Jawabnya seraya menunjuk ke arah Uwanya.
            “Lah, kamu ini bagaimana. Mau ke rumah Uwa tapi kok gak langsung ke rumah Uwa, malah ngelewatin aja?” Tanya Uwanya, heran.
            Lagi-lagi Anding diam sejenak, pandangannya pun beralih untuk melihat tempat sekitar. Ia baru sadar bahwa ia telah melewati rumah Uwanya.
            “Begooooo…” Ucap Anding dalam hati. Yang kemudian langsung menghampiri Uwanya. “Ini Wa, ada titipan dari Mamah buat Uwa.” Ucap Anding seraya memberikan kantong yang Mamanya kasih tadi.
            Uwanya pun langsung menerima kantong tersebut.
            “Kalo gitu Anding langsung permisi pulang aja ya, Wa.” Kata Anding.
            “Loh, kenapa nggak masuk dulu?” Tanya Uwa.
            “Anding mau nyiapin keperluan buat hari pertama Anding kuliah, Wa. Besok kan udah mulai kuliah.” Jawab Anding, hanya alasan.
            Uwa menganggukkan kepalanya. “Oia, kamu ngambil fakultas apa jadinya, Ding?” Tanya Uwa.
            “Fakultas Hukum, Wa.” Jawab Anding.
            “Kuliah yang bener ya, Ding.” Ucap Uwa.
            Anding menganggukkan kepalanya dan langsung menyalami Uwanya itu. Setelah itu Anding pergi untuk pulang.
            Saat Anding hampir sampai di rumahnya, tiba-tiba ada motor yang melaju dengan kecepatan tinggi dari arah kanannya. Anding terkejut dan langsung menghindari agar ia tak terserepet oleh motor itu. Namun naas, ternyata nasib Anding di hari itu sedang tidak baik, ia malah kejebur got yang bau. Sedangkan di sebrang jalannya banyak orang yang sedang membeli bakso dan melihat kejadian tersebut. Orang-orang pun ketawa melihat Anding yang basah kuyup, kotor dan bau.
            Muka Anding seakan dibanting, ia segera bangun dan langsung berlari masuk ke dalam rumahnya. Namun, sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Anding malah kena semprot sang Mamah karena membawa aroma tak sedap ke dalam rumahnya. Dengan terpaksa Anding pun harus membersihkan badannya di halaman rumah dari air keran yang bisaa dipakai untuk menyiram tanaman.
            “Sial!” Batin Anding, dongkol.
***
            “Kriiiiiiiiiiiiiiiiinnnnnnnnnnnnnngggggggggggggg…………….” Terdengar bunyi alarm sangat nyaring di pagi hari.
            Anding memang bisaa dibangunkan oleh alarm yang bunyinya bisa menggetarkan seisi rumah.
            Anding segera bangun dari tidur, kemudian mandi dan bersiap-siap untuk berangkat ke kampus. Yupz, hari ini adalah hari pertama ia kuliah, dan berstatus sebagai mahasiswa Fakultas Hukum.
            “Mah, Anding berangkat dulu ya…” Ucap Anding seraya menyalami Mamanya yang sedang menyapu teras rumah.
            “Iya, hati-hati di jalannya ya, Ding.” Balas Mamah. Anding mengangguk. “Jangan sampe kejebur got lagi.” Lanjutnya.
            Anding langsung mengerutkan dahi dan cemberut. “Ternyata Mamah masih inget kejadian kemarin.” Gerutunya seraya menyalakan mesin motor bututnya.
            “Assalamu’alaikum…” Salam Anding saat berangkat dan menggas motornya itu.
            “Waalaikum salam…” Balas Mamah.
            Setengah jam kemudian, Anding telah sampai di kampusnya. Kampus yang cukup ternama di daerahnya. Anding pun segera memarkirkan motor bututnya yang berwarna merah, kemudian langsung bergegas menuju ruang kelasnya.
            Sampai di kelas, ternyata sudah banyak teman-teman barunya yang sudah datang. Beberapa orang sudah Anding kenali karena satu sekolahan waktu SMA, sedangkan yang lainnya baru Anding kenal saat ospek minggu lalu.
            “Hey, Panjul!” Sapa Anding dari kejauhan saat melihat teman barunya yang mulai akrab saat ospek.
            “Hey juga, Anding.” Balas Panjul dengan logat jawanya yang medok. Panjul memang orang jawa asli yang saat ini merantau ke tanah sunda untuk kuliah.
            Anding pun mengahampiri Panjul, dan duduk di kursi yang ada di sebelah kirinya Panjul.
            Tak lama kemudian, dosen yang akan mengajar di kelas mereka pun datang. Dosen mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum.
***
            Dosen Mata Kuliah Pengantar ilmu hukum tiba-tiba saja menghampiri Anding. Sementara Anding hanya terdiam.
            “Kamu yang namanya Anding?” Tanya Dosen.
            Anding hanya mengangguk.
            “Kamu ikut saya sekarang!” Ucap Dosen.
            Anding pun mengikuti langkah dosennya. Sebagai anak baru, ia pasti menuruti apa yang dosennya suruh, dari pada tertimpa masalah. Sungguh terlalu kan kalau anak baru udah langsung ngeyel.
            Namun, Anding tiba-tiba terkejut saat ia baru keluar dari kelasnya, ternyata di luar kelasnya sudah ada dua orang polisi yang memakai seragam lengkap yang sedang menunggu Anding keluar dari kelas.
            “Ini, Pak. Mahasiswa kami yang bernama Anding.” Ucap Dosen.
            “Terima kasih, Pak Buhron.” Balas salah satu polisi itu pada Dosen Anding.
            “Maaf, ini surat penangkapan saudara, dan sekarang saudara harus ikut kami ke kantor polisi.” Kata polisi yang satunya lagi, seraya memberikan surat penangkapan pada Anding.
            Anding menerima surat itu, dan ia buka suratnya. “Tak mungkin aku ditangkap.” Ucap Anding dalam hati seraya membuka surat itu. “Surat ini pasti salah tujuan.” Lanjutnya, masih dalam hati.
            Anding membelalakkan matanya, saat ia membaca nama yang tertera dalam surat penangkapan tersebut. Anding Wirata Kusuma. Ya, itu nama lengkap Anding, dan polisi itu tidak salah orang. Anding tak percaya dengan semua ini.
            Anding pun diboyong menuju mobil polisi. Namun Anding mencoba meronta.  Ia tak mau ikut dengan dua orang polisi itu, karena ia tak merasa salah apapun.
            “Saudara tenang saja, nanti di kantor polisi kami akan menjelaskan semuanya.” Ucap salah satu polisi, mencoba menenangkan Anding. Namun Anding tak tenang juga. Akhirnya kedua polisi itu mulai memaksa Anding tanpa mempedulikan keadaan Anding yang masih syok dengan semua yang terjadi.
            Tiba di kantor polisi, polisi menjelaskan sebab Anding ditangkap, dan penyebab Anding ditangkap ialah karena Anding dituduh telah melakukan pencurian laptop milik Nyoman, temannya.
            “Loh, Pak. Saya tidak mencuri laptopnya Nyoman. Saat itu Nyoman meminjam uang pada saya, dan ia memberikan jaminan laptopnya pada saya. Jadi kenapa saya dituduh mencuri laptop miliknya, Pak?” Tanya Anding, heran.
            Namun sayang, semua pernyataan Anding tak bisa dibuktikan dengan apapun. Sehingga Anding harus tetap tidur di penjara, menunggu kasus ini selesai di meja hijau.
***
            Seminggu sudah Anding terpaksa menginap di penjara tanpa bisa menolak. Hingga waktu Anding untuk diadili pun telah tiba. Anding pun melaksanakan sidang pertama dan untuk pengalaman pertama sebagai terdakwa yang didakwa pasal 362 yang berbunyi “Barangsiapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah.”[3]
            Anding benar-benar syok, ia tak mau jika harus dihukum penjara selama itu. Ia merasa masih sangat muda, jika ia harus dipenjara, maka sama saja perjalanan hidupnya terhenti sampai di sini. Dan selanjutnya hanya ada perjalanan kelam yang tak akan bisa kembali seperti semula. Ia akan mencemarkan nama baik dirinya sendiri, nama baik keluarga, bahkan nama baik seorang mahasiswa. Ia akan dianggap telah memalukan generasi muda, generasi penerus bangsa.
            Setelah dakwaan telah selesai dibacakan oleh Penuntut Umum, tiba-tiba saja penglihatan Anding mulai kabur. Ia tak tahu apa yang sedang terjadi pada matanya. Dan tiba-tiba pula, badan Anding mulai melemah. Tak ada lagi sisa tenaga untuk menahannya tetap duduk tegap saat proses persidangan. Anding pingsan.
            Hanya ada suara-suara yang terus berusaha membangunkan Anding, namun mata Anding seakan berat untuk dibuka.
            “Anding… Anding… Anding… Andiiiiiiiiiiiiiiiinnnnnnnngggggggg….!!!” Terdengar suara itu semakin keras.
            “Iya Pak Hakim, maafkan saya, saya tidak bersalah Pak Hakim…” Ucap Anding saat bangun.
            “Bicara apa kamu?” Tanya Dosen.
            Anding membelalakkan matanya, ia terkejut, ternyata ia sedak ada di dalam kelas. Bukan di dalam ruang sidang. Anding menghela nafas, lega.
            “Nanti selesai mata kuliah saya, kamu ikut ke ruangan saya.” Kata Dosen, dengan muka yang garang smbil memelototi Anding.
            “I… I… Iya, Pak!” Ucap Anding, terbata-bata.
            “Kamu sih, hari pertama kuliah beraninya tidur di kelas, bikin masalah aja.” Ucap Panjul.
            Anding hanya menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
            Setelah selesai kuliah Pengantar Ilmu Hukum, Anding pun ikut ke ruangan Dosen. Dan di sana ia mendapatkan wejangan dari dosen. Ia memang merasa salah, mangkanya ia mendengarkan semua wejangan dari sang dosen dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Setelah itu Anding pun bisa kembali kuliah bersama teman-teman yang lainnya.
            “Nyuri laptop aja didakwa lima tahun… Apalagi kalo korupsi sama nerima penyuapan ya?” Pikir Anding setelah keluar dari ruang dosen, masih kepikiran sama mimpi singkat yang menghiasi tidurnya di kelas tadi. “So, kayaknya, aku nggak mau jadi Gayus atau Nazaruddin deh, berabe! Takut dipenjara. Di mimpi aja udah nggak enak, apalagi nyata. Oh no!” Lanjutnya.
            Anding pun melepas jauh-jauh pikiran dan cita-cita menjadi seorang Gayus Tambunan atau Muhammad Nazaruddin. Ia lebih memilih menjadi dirinya sendiri dan menjadi orang yang lebih baik. Juga ingin menjadi seseorang yang dapat menegakkan hukum sesuai tujuan dari Negara, yaitu kepastian houkum, keadilan dan kesejahteraan. Tanpa embel-embel apapun.

Tamat,,, ^o^


[1] Ekstradisi adalah penyerahan oleh suatu negara yang meminta penyerahan seorang yang disangka atau dipidana karena melakukan suatu kejehatan di luar wilayah negara yang menyerahkan dan didalam yurisdiksi wilayah negara yang meminta penyerahan tersebut, karena berwenang untuk mengadili dan menghukumnya. (Menurut Undang-undang RI No. 1 Tahun 1979).

[2] Uwa diambil dari Bahasa Sunda, yaitu panggilan dari seorang anak untuk kakak dari orang tuanya, bisa untuk laki-laki ataupun perempuan.
[3] Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hal. 128.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar